Malam ini Vicky dan bandnya main di acara 50th anniversary.
Ketika sedang menikmati suasana persiapan, check sound, gladi bersih, foto keluarga... tiba-tiba perhatian seisi ruangan tersedot oleh keberadaan salah satu cucu dari opa dan oma yang sedang berbahagia.
Seluruh keluarga besar berada di atas panggung. Opa dan oma yang berbahagia, anak-anak beserta pasangan, dan para cucu. Mereka siap untuk melakukan foto bersama.
Tiba-tiba jeritan itu memekakkan telinga.
Pilu sekali.
Anak ini pasti sedang kesakitan.
Lalu mataku menangkap dari mana asal teriakan itu.
Seorang anak laki-laki. Perkiraanku, usianya 12 tahun.
Dia menolak untuk naik ke atas panggung. Tubuhnya menggeliat, meronta. Suara teriaknya membuat kami merasa iba.
Musik dimatikan. Tidak ada suara keras. Itu permintaan keluarga.
Sang ibu berusaha menenangkan anak ini dan merayunya untuk naik ke atas panggung.
Kuperhatikan gerak-geriknya.
Aaah..anak ini mengidap autis.
Ia berjalan perlahan menuju keluarga besar yang menunggunya. Sang ibu dengan sabar menuntun dan merayunya. Terkadang teriakan itu kembali memekakkan telinga. Suasana hall menjadi hening. Ibu dan anak itu menjadi pusat perhatian.
Akhirnya, anak itu sampai di tengah-tengah keluarga besar yang menunggu. Sang ibu memakaikan jas untuk anak itu. Ia menolak. Sang ibu kembali mencoba. Anak itu menolak. Ia marah. Ia berteriak. Tidak ada kata-kata yang terucap jelas dari mulutnya. Sang ibu pun menghentikan usahanya untuk memakaikan jas indah itu.
Kembali sang ibu melontarkan berbagai macam rayuan agar anak itu melihat kamera.
Dengan usaha yang keras dan kesabaran sang ibu, sesi foto ini pun berakhir. Anak itu segera meninggalkan panggung.
Aku menghembuskan nafas panjang.
Dan kemudian anak beserta sang ibu pun menjadi topik pembicaraan seisi ruangan.
Ya Tuhan... apa itu tadi?
Hatiku menangis.
Menangis untuk anak itu... dan untuk sang ibu...
Anak itu tidak pernah memilih untuk terlahir seperti itu.
Sang ibu pun pasti tidak pernah berharap untuk memiliki anak seperti itu.
Namun ketika Tuhan sudah memberikan, itulah yang terbaik.
Tuhan tidak pernah salah.
Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita semua.
Apapun yang Ia berikan itulah yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Hal ini tidak pernah mudah bagi siapapun. Bagi si anak, bagi sang ibu, bagi sang ayah, maupun bagi sang adik.
Tapi Tuhan tidak pernah salah memberi.
Dan aku juga yakin..tanpa cinta yang begitu besar.. sang ibu pasti tidak akan mampu melakukan itu semua. Cinta itulah yang memberinya kekuatan. Cinta itulah yang memberikan kemampuan. Cinta itu pasti berasal dari hati yang seluas samudra..
Hay bu.. terimakasih karena engkau sudah menjaga titipan Tuhan dengan cintamu yang begitu indahnya.. Tuhan memberkatimu.
0 comments:
Post a Comment